Banda Aceh – Pemerintah Aceh akhirnya bersuara lantang terhadap dugaan pelanggaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT. Kencana Hijau Binalestari. Perusahaan pengolah getah pinus yang beroperasi di Kabupaten Gayo Lues itu secara resmi ditegur Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, melalui surat bernomor 500.4/4737. Surat itu diklasifikasikan sebagai “Segera” dan memuat perintah eksplisit: perbaiki dalam 30 hari atau bersiap menerima sanksi tegas.
Surat peringatan ini bukan isapan jempol. Ia lahir dari dua kali verifikasi lapangan yang dilakukan oleh Tim Terpadu Pemerintah Aceh—gabungan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), serta Biro Hukum Setda Aceh—pada 27 Juni 2024 dan 26 Februari 2025. Hasilnya mencengangkan: perusahaan terbukti menabrak aturan penting terkait pengelolaan lingkungan.
Dalam surat yang diteken langsung oleh Gubernur, ditemukan tiga pelanggaran serius:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
-
Cerobong Emisi Boiler Tidak Sesuai Standar
Instalasi cerobong emisi pabrik tidak memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan. Dengan kata lain, emisi buang dari proses produksi bisa mencemari udara tanpa kendali. -
Tidak Menyerahkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM)
Perusahaan mangkir dari kewajiban administratif utama dalam dunia investasi: laporan LKPM. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi bentuk ketidakterbukaan terhadap pemerintah. -
KBLI Ganda Belum Dihapus
Perusahaan tercatat masih memegang dua klasifikasi usaha (KBLI) dalam perizinan, padahal yang satunya tidak relevan. Situasi ini membuka ruang manipulasi dan ketidaksesuaian praktik usaha di lapangan.
Dengan memberikan batas waktu 30 hari, Gubernur mengultimatum perusahaan agar memenuhi seluruh kewajiban teknis dan administratif, serta melaporkan perbaikan yang telah dilakukan secara resmi. Jika tidak dipatuhi, Pemerintah Aceh akan menindaklanjuti dengan langkah administratif yang lebih keras, sesuai aturan hukum yang berlaku—termasuk pencabutan izin usaha.
Surat ini juga tidak dikirim diam-diam. Pemerintah Aceh menembuskannya ke empat lembaga penting:
-
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH RI,
-
Bupati Gayo Lues,
-
Kepala DLHK Aceh,
-
Kepala DPMPTSP Aceh.
Langkah ini menandakan bahwa pengawasan terhadap pelanggaran perusahaan ini kini menjadi urusan lintas institusi. PT. Kencana Hijau Binalestari tidak lagi bisa bersembunyi di balik birokrasi daerah.
Perusahaan ini diketahui beroperasi di wilayah yang sangat dekat dengan kawasan hutan dan pemukiman warga. Maka, kelalaian teknis seperti cerobong tak standar dan abainya laporan investasi bukan lagi kesalahan administratif biasa—melainkan potensi ancaman terhadap lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari perusahaan. Namun masyarakat dan publik menunggu: apakah perusahaan tunduk pada aturan, atau justru memilih melawan hukum secara diam-diam.
Gubernur Aceh, lewat surat ini, telah menggariskan batas: tidak ada toleransi bagi pelanggaran lingkungan. Setiap perusahaan yang beroperasi di Aceh wajib patuh terhadap aturan, menjaga alam, dan bertanggung jawab terhadap dampak sosial-ekologis.
Peringatan ini bukan hanya untuk PT. Kencana Hijau, tapi juga pesan keras bagi semua pelaku industri di Aceh: Jika tak taat aturan, bersiaplah menerima konsekuensi. (TIM)