Banda Aceh – agaranews.com ll Ketua Himpunan Mahasiswa Pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS) Banda Aceh, Sapriadi Pohan, menegaskan perlunya pemerintah memberikan jaminan (garansi) yang nyata bagi masyarakat Aceh Singkil. Ia menilai, 13 poin kebijakan yang selama ini disampaikan pemerintah daerah tidak memberikan kepastian konkret bagi rakyat.
Sapriadi menyampaikan sejumlah alasan yang memperkuat kritik tersebut.Dalam keterangannya pada Selasa (23/9/2025).
Ia menyoroti poin ke-9 terkait kewajiban perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) untuk merealisasikan pembangunan kebun plasma sebesar 20% dari total areal yang dikelola. Menurutnya, kewajiban ini sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Pasal 58 ayat (1) menyebutkan pelaku usaha perkebunan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (plasma) minimal 20%. Jika tidak dipenuhi, Pasal 67 memberi ruang sanksi administratif, mulai dari peringatan tertulis, denda, pembekuan, hingga pencabutan izin,” tegas Sapriadi.
Ia juga mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021, turunan UU Cipta Kerja, yang kembali menegaskan kewajiban perusahaan dalam pembangunan kebun plasma bagi masyarakat.
Sapriadi mengkritisi poin ke-7 hingga poin ke-13 yang selama ini hanya mengandalkan pendekatan persuasif. Menurutnya, metode itu terbukti tidak efektif.
“Pendekatan persuasif sudah pernah dilakukan, tetapi hingga hari ini belum terealisasi. Justru, hal itu memicu konflik berkepanjangan tanpa ada langkah nyata dari pemerintah,” ujarnya.
Sapriadi menyoroti poin ke-4 yang menyangkut persoalan inflasi. Ia menilai harga kebutuhan pokok terus melambung, sementara program pasar murah dan gerakan pangan murah sejak 2022 tidak berjalan efektif.
“Solusi untuk menekan inflasi gagal. Rakyat masih terbebani dengan harga barang pokok yang tinggi,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menilai keresahan masyarakat Aceh Singkil berakar pada tidak adanya garansi yang dapat dipegang rakyat.
“Kenapa pematokan lahan terjadi? Kenapa pemuda dan mahasiswa hari ini berontak? Karena tidak ada garansi yang diberikan. Baik itu garansi ekonomi, pendidikan, lapangan pekerjaan, maupun aspek lainnya,” ungkapnya.
Sapriadi juga menyoroti maraknya konflik di Aceh Singkil. “Hari ini Aceh Singkil dikenal dengan konflik agraria, konflik sosial, konflik lingkungan, hingga konflik tata ruang,”
Atas dasar itu, HIMAPAS menuntut Bupati Aceh Singkil agar tidak hanya memberikan wacana, tetapi menghadirkan kebijakan yang memberi kepastian bagi rakyat.
“Masyarakat menuntut haknya, jangan sampai Aceh Singkil hanya dijadikan tempat berbisnis semata, sementara rakyatnya terus terpinggirkan,” imbuhnya.@