JAKARTA | agaranews.com.online — Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf dengan tegas menyuarakan penolakannya terhadap kebijakan pemerintah pusat yang berencana memotong dana transfer ke daerah (TKD), termasuk untuk Aceh. Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi melemahkan semangat otonomi daerah dan menghambat pembangunan yang sedang digencarkan di berbagai wilayah, khususnya Aceh.
Pernyataan ini disampaikan Mualem—sapaan akrab Gubernur Aceh—usai menghadiri rapat koordinasi dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Selasa (7/10/2025). Dalam pertemuan tersebut, sejumlah gubernur dari berbagai provinsi turut menyampaikan keresahan mereka terhadap rencana pemotongan anggaran yang dinilai memberatkan.
> “Semuanya kami usulkan supaya tidak dipotong. Anggaran kita jangan dipotong, karena beban pembangunan dan pelayanan publik sepenuhnya berada di pundak pemerintah daerah,” tegas Mualem kepada wartawan usai pertemuan.
Gubernur Muzakir Manaf menyebutkan bahwa berdasarkan data yang diterima Pemerintah Aceh, alokasi transfer ke daerah tahun 2025 mengalami pemangkasan hingga 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, beberapa provinsi lain di Indonesia dilaporkan akan menghadapi pemotongan lebih besar lagi, berkisar 30 hingga 35 persen.
Menurutnya, kebijakan ini bukan hanya tidak adil, tapi juga bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menekankan pentingnya pemerataan pembangunan dan penguatan kapasitas daerah.
> “Kalau anggaran dipotong sepihak, maka program-program prioritas seperti layanan kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, hingga bantuan sosial akan terganggu. Padahal itu kebutuhan dasar rakyat,” ungkap Mualem dengan nada serius.
Dalam kesempatan tersebut, Mualem menekankan bahwa Aceh telah menunjukkan komitmen kuat dalam tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah pusat tidak memberlakukan kebijakan secara seragam tanpa mempertimbangkan kondisi objektif setiap daerah.
> “Kami siap berdialog dan membuka data keuangan Aceh secara menyeluruh. Tapi sekali lagi, pemotongan bukan solusi. Justru daerah harus diperkuat, bukan dilemahkan. Jika pusat ingin melihat kemajuan Indonesia secara merata, maka daerah jangan dipinggirkan,” tegasnya lagi.
Ia juga menegaskan bahwa otonomi daerah bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari strategi nasional untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Karena itu, kebijakan fiskal yang sentralistis justru kontraproduktif dengan semangat desentralisasi yang selama ini digaungkan.
Dalam pertemuan strategis itu, Gubernur Muzakir Manaf turut didampingi oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) Reza Saputra dan Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh Said Marzuki. Keduanya secara teknis menyampaikan kondisi fiskal Aceh dan urgensi agar alokasi TKD tetap dipertahankan.
Pemerintah Aceh, kata Mualem, akan terus berupaya menjalin komunikasi konstruktif dengan pemerintah pusat agar pembangunan di Aceh tidak tersendat. Ia juga mengimbau seluruh elemen masyarakat Aceh untuk tetap solid dalam menjaga semangat kebersamaan, khususnya di tengah dinamika kebijakan nasional yang kerap berubah.
> “Kami akan terus bersuara, bukan untuk menentang pusat, tapi untuk memperjuangkan hak dan masa depan rakyat Aceh. Tidak boleh ada satu daerah pun yang merasa ditinggalkan,” pungkas Gubernur Aceh. Ady

































