Aceh Singkil, agaranews.com – Kepala Dusun (Kadus) 1 Desa Sebatang, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Kayarudin, terancam dilaporkan ke aparat penegak hukum menyusul unggahan kontroversial di media sosial Facebook yang diduga menghina tokoh agama dan wartawan. Unggahan berisi kalimat tajam berupa tuduhan “penipu” terhadap dua profesi yang memiliki peran penting dalam masyarakat ini memicu kecaman luas dari berbagai kalangan.
Unggahan yang tersebar luas di laman Facebook dengan akun “Kayarudin Berampu” tertanggal 22 Oktober 2025 pukul 08.42 WIB itu berbunyi, “Laporan kepada ustad idiot & warta penipu (sekali penipu kau tetap penipu). Saya sampaikan setiap kali saya piket… kalau ada keperluan datang jangan main belakang!”
Direktur Central Hukum dan Keadilan (CHK) Aceh Singkil, Razaliardi Manik, menegaskan bahwa walaupun Kayarudin tidak menyebut nama individu tertentu secara eksplisit, penggunaan frasa “Ustaz dan Wartawan” sudah mengarah pada penghinaan terhadap kelompok profesi tersebut. “Siapa subjeknya hanya yang bersangkutan yang tahu, namun makna kalimat itu jelas ditujukan kepada seseorang atau kelompok yang menjadi subjek dan predikat,” ujar Razaliardi saat dimintai tanggapan, Sabtu (25/10/2025).

Razaliardi menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) maupun ketentuan hukum lainnya, seseorang dapat dijerat pidana jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan tersebut. “Jika ada yang merasa berstatus ustaz atau wartawan yang dirugikan atau merasa nama baiknya dicemarkan oleh unggahan tersebut, mereka berhak melaporkan ke pihak kepolisian,” tegasnya.
Pernyataan yang diunggah Kadus tersebut dianggap telah melecehkan dan merendahkan martabat tokoh agama serta insan pers di Aceh Singkil. Kedua kelompok ini memiliki peranan sosial yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat.
Razaliardi menilai kalimat “ustaz idiot” bukan sekadar ungkapan emosi, melainkan penghinaan terbuka yang mencederai nilai-nilai agama dan moral sosial di tengah masyarakat Aceh yang religius.
Secara hukum, ujaran tersebut dapat dilaporkan dengan dasar Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan dan fitnah. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 4 tahun dan/atau denda maksimal mencapai Rp750 juta.
Selain itu, karena penghinaan itu ditujukan kepada tokoh agama, perbuatan tersebut berpotensi dikategorikan sebagai penodaan terhadap profesi keagamaan yang dapat menimbulkan dampak sosial lebih luas.
Masyarakat Aceh dikenal sangat menjunjung tinggi nilai keagamaan, sopan santun, dan norma etika dalam komunikasi publik. Oleh karena itu, ujaran seperti ini dianggap tidak hanya melukai perasaan pribadi tetapi juga menabrak norma sosial dan syariat Islam yang berlaku dalam masyarakat, serta mencederai etika sosial yang selama ini dijunjung tinggi.
Pihak kepolisian dan aparat penegak hukum diharapkan dapat menindaklanjuti kasus ini secara serius agar menjaga kehormatan kedua profesi tersebut dan menegakkan hukum secara adil serta transparan demi menjaga ketertiban dan keharmonisan sosial di Aceh Singkil.
(TimRed, @lga)



































