Kutacane – Agara News | Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara resmi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan lanjutan Jembatan Rangka Baja Lawe Alas Ngkeran atau Jembatan Silayar. Kerugian keuangan negara dalam proyek tersebut ditaksir mencapai lebih dari Rp2,6 miliar.
Kedua tersangka tersebut yakni MY yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan AB yang merupakan wakil dari CV. Raja Lambing, perusahaan pemenang tender proyek. Mereka ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan yang ditandatangani Kajari Aceh Tenggara tertanggal 23 September 2025.
“Pada 13 April 2022, CV. Raja Lambing ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp9,9 miliar dari total anggaran senilai Rp10 miliar. Selanjutnya, pada 22 April 2022, dilakukan penandatanganan kontrak,” ujar Kepala Kejari Aceh Tenggara dalam konferensi pers di Aula Kejari, Selasa malam (23/9/2025).
Namun, dalam proses penyidikan, Kejari menemukan dugaan manipulasi serius dalam pelaksanaan proyek. Salah satunya adalah penggunaan dokumen penawaran yang diunggah oleh pegawai pada Dinas PUPR atas perintah MY, bukan oleh pihak perusahaan.
“Pelaksanaan pekerjaan juga tidak dilakukan oleh penyedia resmi, melainkan oleh pihak lain yang ditunjuk langsung MY,” lanjutnya.
Selain itu, proyek tersebut dikerjakan tanpa gambar kerja dan RAB (Rencana Anggaran Biaya) sebagai acuan penilaian progres. Tidak hanya itu, pengawasan dari konsultan juga tidak dilibatkan selama pelaksanaan.
Sumber internal Dinas PUPR mengungkapkan bahwa persoalan ini sudah berlangsung lama, mengingat proyek tersebut merupakan lanjutan dari masa pemerintahan sebelumnya. Pergantian bupati dan kepala dinas membuat dokumen proyek banyak yang tidak bisa ditemukan atau hilang.
Tak hanya soal dokumen, sejumlah warga juga mengaku besi baja proyek sempat dilaporkan hilang dari gudang sebelum tahun 2022. Kala itu, beberapa orang pernah diamankan oleh pihak Polres, namun proses hukum tidak berlanjut.
Kerugian negara dalam proyek ini telah dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, dengan total mencapai Rp2.657.708.979,73.
Kini, kedua tersangka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Kutacane selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketua LP2IM Aceh Tenggara, M. Sopian Desky, SH mengapresiasi langkah cepat Kejari dan mendesak agar semua pihak yang terlibat — termasuk pelaksanaan proyek di tahun anggaran 2024 — juga ditelusuri secara tuntas.
Sementara itu, seorang tokoh warga pedalaman Aceh Tenggara, berinisial S, meminta Kapolda Aceh Irjen Pol Marzuki Basyah turun tangan dan mengawal pengusutan secara transparan dan tidak tebang pilih.
“Kami tidak mau kasus ini ditutup-tutupi. Mulai dari masalah tanah, besi hilang, hingga progres fiktif, semuanya harus dibuka terang-terangan,” ucapnya.
Pihak Kejari Aceh Tenggara menyebut, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain dalam kasus ini. Penyidikan masih terus berjalan dan berpotensi melebar, mengingat kompleksitas proyek dan panjangnya sejarah pembangunan jembatan tersebut. (Abdiansyah)



































