Mandailing Nata, AgaraNews.com // Polemik keterbukaan informasi publik di Pemerintah Desa Malintang Jae, Kecamatan Bukit Malintang, Kabupaten Mandailing Natal, kembali mencuat. Hal ini terjadi setelah pemohon informasi, Muhammad Amarullah, melayangkan surat keberatan atas ketidaklengkapan dokumen yang diberikan oleh pihak desa.
Surat keberatan bertanggal 8 Oktober 2025 itu ditujukan kepada Kepala Desa Malintang Jae selaku atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) desa. Dalam surat tersebut, Amarullah menilai informasi yang sebelumnya diberikan tidak lengkap dan tidak sesuai dengan permohonan awal.
Menurutnya, dokumen yang dimohonkan mencakup APBDes, P-APBDes, Surat Pertanggungjawaban (SPJ), serta Berita Acara Musyawarah Desa Tahun Anggaran 2024. Namun, pihak desa hanya memberikan tautan berisi foto spanduk APBDes yang tidak jelas terbaca dan tanpa melampirkan dokumen pendukung lainnya.
“Informasi yang diserahkan tidak memenuhi kelengkapan sebagaimana dimohonkan. Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 menegaskan bahwa badan publik wajib memberikan informasi publik secara lengkap dan mudah diakses,” tulis Amarullah dalam surat keberatannya.Menariknya, persoalan keterbukaan informasi di Desa Malintang Jae ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, permohonan informasi serupa juga pernah disidangkan di Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara, dan kini berpotensi kembali bergulir untuk kedua kalinya apabila pihak desa tetap menutup diri terhadap akses informasi publik.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Malintang Jae belum memberikan tanggapan maupun klarifikasi atas surat keberatan yang dilayangkan pemohon. Sikap bungkam tersebut menimbulkan pertanyaan publik mengenai komitmen pemerintah desa terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Jika hingga batas waktu yang ditentukan keberatan tersebut tidak ditindaklanjuti, sesuai ketentuan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, pemohon berhak membawa perkara ini kembali ke Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara untuk diselesaikan melalui sidang sengketa informasi.
Kasus ini menjadi cermin lemahnya kesadaran sebagian pemerintah desa terhadap kewajiban keterbukaan informasi publik, yang sejatinya merupakan bagian dari amanat reformasi birokrasi serta bentuk penghormatan atas hak dasar warga negara untuk tahu (Magrifatulloh/Lia Hambali).