MEDAN — Setiap malam, Muhammad Ja’far Hasibuan menundukkan diri di atas sajadah, menengadahkan tangan, dan memohon hal yang sama: bisa melanjutkan pendidikan S2-nya di Fakultas Kesehatan serta meneruskan riset ilmiah yang telah mengantarkannya ke pengakuan dunia. Dalam kesunyian malam, salat tahajud menjadi tempat ia menitipkan harapan. Kini, harapan itu satu per satu terjawab.
Muhammad Ja’far Hasibuan, ilmuwan muda asal pelosok Sumatera Utara yang dikenal sebagai juara dunia medis dari China, akhirnya dinyatakan lulus di Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU). Bukan hanya pengumuman kelulusan yang ia terima. Kabar baik datang dari Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, yang telah lama menjadi ayah angkatnya. Kapolri memberikan beasiswa penuh bagi Ja’far untuk mendukung pendidikan dan kelanjutan riset ilmiahnya di bidang kesehatan.
Ja’far menyampaikan rasa syukurnya dalam keterangan tertulis kepada media, Selasa, 22 Juli 2025. “Setiap malam saya tahajud. Minta sama Allah agar dimudahkan bisa melanjutkan S2 di Fakultas Kesehatan. Saya ingin jadi ilmuwan yang bermanfaat. Dan alhamdulillah, setelah dinyatakan lulus, saya dapat kabar dari Bapak Kapolri, saya dibantu beasiswa,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, capaian tersebut tidak dibangun dalam semalam. Latar belakang kehidupan Ja’far jauh dari kata mudah. Ia tumbuh dalam kondisi ekonomi sulit. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah harus membiayai sendiri hidup dan pendidikannya. Semasa kuliah, Ja’far berjualan roti keliling menggunakan sepeda. Pernah suatu malam ia ditabrak pengendara mabuk hingga sepeda dan dagangannya hancur berantakan. Ia tidur di emperan toko, kadang hanya makan sekali dalam dua hari, bahkan bertahan hidup hanya dengan air putih. Namun ia terus berjalan. “Kadang makan sekali dua hari. Kadang cuma minum air putih untuk tahan lapar. Tapi saya yakin, Tuhan tidak tidur,” kenangnya.
Dari keterbatasan itu, lahir inovasi besar: Biofar SS, terapi herbal racikan sendiri yang dikenal luas karena kemampuannya menyembuhkan gangguan kulit dalam dan luar. Biofar SS telah membawanya ke forum-forum ilmiah internasional dan membuat namanya tercatat sebagai peneliti muda Indonesia yang disegani di tingkat global. Terapi herbal ini telah dibagikan secara gratis kepada masyarakat miskin, bahkan menjangkau komunitas di luar negeri. Ja’far mengembangkan ilmunya bukan demi keuntungan, melainkan sebagai bentuk pengabdian.
Ia menyebut peran besar Kapolri dalam perjalanan ilmiahnya. Selain beasiswa, Kapolri telah empat kali memberikan bantuan berupa alat-alat laboratorium dan bahan penelitian. Baginya, sosok Jenderal Listyo Sigit Prabowo bukan hanya pejabat negara, tetapi “ayah penyelamat” yang datang di saat paling genting. “Kalau bukan karena Pak Kapolri, mungkin saya sudah tidak bisa lanjut kuliah. Bahkan mungkin saya sudah berhenti jadi peneliti,” katanya.
Beasiswa dari Kapolri ia anggap sebagai bentuk pengakuan dan kepercayaan negara kepada anak bangsa yang berjuang tanpa henti. Ia berjanji akan menjaga amanah tersebut dengan terus berkarya dan mengabdi kepada masyarakat melalui ilmu pengetahuan. Kini, risetnya berkembang mencakup pengobatan herbal untuk hewan ternak, menyasar kelompok peternak kecil di pelosok desa. Klinik Biofar SS yang ia dirikan di Jalan Cempaka Sari, Marindal Satu, Kabupaten Deli Serdang, menjadi pusat pelayanan kesehatan tradisional dan laboratorium pengembangan obat herbal.
Dalam perjalanannya, Ja’far mengaku terinspirasi oleh para pemuda pejuang kemerdekaan serta Presiden ke-3 RI, BJ Habibie. Ia telah bertemu langsung dengan Ilham Habibie, yang menyatakan kekaguman terhadap prestasinya. Jika Habibie dikenal karena kecemerlangannya di bidang teknologi penerbangan, Ja’far ingin berkontribusi melalui jalur kesehatan. Ia menyebut, “Kalau Pak Habibie berkarya di bidang teknologi pesawat, saya ingin meneruskan di bidang kesehatan.”
Harapannya sederhana namun dalam: semoga dukungan dari negara, dari Kapolri, dari lingkungan akademik dan masyarakat, bisa melahirkan lebih banyak anak-anak muda seperti dirinya — mereka yang datang dari pinggiran, tetapi punya mimpi besar dan semangat tak pernah padam.
Menutup pesannya, Ja’far berpesan kepada pemuda-pemudi Indonesia agar jangan takut pada kemiskinan. “Takutlah kalau kalian berhenti berdoa dan berhenti mencoba,” ucapnya. Ia meyakini bahwa keberhasilan sejati bukan ditentukan oleh kekayaan, tetapi oleh doa, ketekunan, dan keikhlasan dalam memberi manfaat. “Salat tahajud saya setiap malam mungkin tidak langsung mengubah hidup saya. Tapi satu demi satu, pintu terbuka. Dan salah satunya adalah beasiswa dari Bapak Kapolri,” pungkasnya.
Kini, Ja’far melangkah ke jenjang baru dalam hidupnya. Bukan untuk mengejar ketenaran, melainkan untuk memperluas manfaat dari ilmu yang ia miliki. Sebab baginya, “Saya tidak mencari panggung, tapi memberi manfaat.”