ACEH TENGAH | Surat kabar berbahasa Belanda, Dablad memberitakan, bagaimana nekatnya orang Gayo, terutama yang tinggal di Belang Kejeren untuk menyerang pos-pos Belanda yang ada di Belang Kejeren. “Orang Belanda di Belang Kejeren membuat bivak. Bivak merupakan kemah sederhana yang bisa membuat banyak orang. Diberitakan reporter Dadblad, orang Gayo terkenal nekat, masuk ke bivak-bivak, menerjang sedemikian rupa dengan senjata tajam,” kata Johan Wahyudi, M. Hum., narasumber Bincang “Sosok, Peran, dan Perjuangan Kolonel Muhammad Din (1946-1949) Pusat Kajian Kebudayaan Gayo yang digelar secara daring melalui platform Zoom Meeting, Jumat malam (26/8/2022)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bisa dibayangkan, sambung Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu, orang duduk-duduk, sedang menunggu giliran makan atau mandi, langsung diterjang sedemikian rupa. “Jadi, keberanian orang Gayo sebenarnya secara tidak langsung diakui oleh orang Belanda. Hanya saja, keberanian itu dimaknai, bahwa orang-orang Gayo cenderung kriminal, nekat, dan cenderung gila. Cenderung gila itu nekat. Kok berani seorang Gayo yang bukan siapa-siapa masuk ke bivak di Belang Kejeren, langsung melakukan serangan membabi buta,” sebut Johan.
Dilanjutkannya, keberanian orang Gayo itu diberitakan sejumlah surat kabar, tahun 1930-an. “Ada pola. Karena pejuang-pejuang Belang Kejeren tidak mampu melakukan serangan secara berkelompok, maka disusunlah strategi untuk memilih orang yang memiliki keberanian lebih di antara mereka untuk menerjang langsung ke bivak-bivak Belanda,” pungkas Johan.
Meskipun ini bukan sosok Muhammad Din, ungkap Johan, melainkan pasukannya, pasukan terbawah, tapi bisa melukiskan, bagaimana sifat dan karakter orang Gayo yang ada di Belang Kejeren. “Mereka mempunyai keberanian di atas rata-rata. Ketika saya menyusuri arsip-arsip Aceh, jarang menemukan kasus-kasus seperti itu. Baru di Dataran Tinggi Gayo ada orang yang berani masuk sendiri untuk melakukan perlawanan sedemikian membabi buta,” tegas Johan.
Bincang “Sosok, Peran, dan Perjuangan Kolonel Muhammad Din Masa Agresi Militer Belanda (1946-1949) Pusat Kajian Kebudayaan Gayo dimoderatori Yusradi Usman al-Gayoni dan merupakan kegiatan ke-28 selama lima bulan, Maret-Agustus 2022. Selain Johan Wahyudi, M.Hum., kegiatan bincang tersebut juga dinarasumberi Uwin Bahramsyah yang merupakan cucu Kolonel Muhammad Din. (RED)