Deli Serdang, AgaraNews.com// PENELITIAN mengenai relasi kekuasaan dalam kepemimpinan daerah selalu menarik minat akademis karena mencakup perspektif yang luas serta memadukan kajian teoritis dan praktis.
Mengacu pada teori pemerintahan Rosen bloom dan Goldsmith, relasi kekuasaan yang efektif memiliki peran strategis dalam manajemen, pengawasan dan pengembangan daerah (Labolo, 2008).
Penulis tertarik dengan penelitian disertasi Dr. Musa Rajekshah S.Sos M.Hum di Program Doktor Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, mengeksplorasi model relasi kekuasaan Tambunan di Deli Serdang.
Kajian penelitian ini menyoroti bagaimana relasi kekuasaan yang harmonis dan berkesinambungan berperan dalam menjaga stabilitas dan kesinambungan pembangunan di Kabupaten Deli Serdang dari 2004 hingga 2024. Penelitian ini berfokus pada model kekuasaan Tambunan di Deli Serdang, khususnya bagaimana harmonisasi relasi kekuasaan berperan dalam keberlanjutan pembangunan daerah, sebagaimana diuraikan dalam disertasi Dr. Musa Rajekshah S.Sos M.Hum untuk meraih gelar Doktor Studi Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.
Penulis memulai analisis dengan meninjau asal-usul nama Kabupaten Deli Serdang yang terinspirasi dari Kesultanan Deli dan Serdang, yang keduanya merupakan bagian penting dari sejarah daerah ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Deli Serdang 2023, populasi kabupaten ini tercatat mencapai 1.953.986 jiwa pada tahun 2022. Dengan motto “BHINNEKA PERKASA JAYA,” pemerintah menunjukkan komitmennya untuk mendorong kemajuan dengan mengedepankan keberagaman sosial budaya. Kabupaten ini memiliki masyarakat yang beragam etnis, termasuk Melayu Deli, Karo, Toba, Simalungun, Minangkabau, Jawa, dan Tionghoa.
Sejarah dan Transformasi Kepemimpinan,
Sejak tahun 1946, Deli Serdang telah dipimpin oleh sejumlah tokoh berpengaruh, mulai dari Bupati pertama, Moenar S. Hamidjojo hingga Ali Yusuf Siregar. Sepanjang masa tersebut, Deli Serdang terus menghadirkan pemimpin-pemimpin yang mengembangkan kompetensi manajerial dalam tata kelola pemerintahan daerah. Hal ini menjadikan kabupaten ini sebagai wilayah yang bertumbuh secara adaptif dan akuntabel.
Kepemimpinan Tambunan,
Keterlibatan keluarga Tambunan dalam kepemimpinan Deli Serdang dimulai dengan Bapak Amri Tambunan, putra Mayor TNI H. Djamaluddin Tambunan, yang menjabat sebagai bupati pada periode 2004–2014.
Pada masa kepemimpinannya, Amri Tambunan berfokus pada sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, menghadirkan program-program strategis, seperti “Cerdas” di bidang pendidikan, “GDSM” untuk pengembangan infrastruktur, dan “Ceria” sektor kesehatan.
Berkat program-program ini, Deli Serdang memperoleh sejumlah penghargaan nasional, termasuk Piala Citra Presiden RI untuk pelayanan prima di RSU Deli Serdang (2006) dan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI (2009).
Kepemimpinan di Deli Serdang kemudian dilanjutkan oleh H. Ashari Tambunan (2014–2024), yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di daerah tersebut hingga mencapai 3,62 persen.
Di bawah kepemimpinannya, Deli Serdang diakui sebagai lumbung pangan strategis nasional dan menerima berbagai penghargaan, termasuk Sertifikat Eliminasi Malaria (2014), Penghargaan Pembina K3 Terbaik (2014) dan penghargaan dalam bidang lingkungan hidup dan tata kelola.
Pada tahun 2015, kabupaten ini memperoleh Kalpataru, Adiwiyata Mandiri, dan Piala Adipura, yang menegaskan komitmen pemerintah daerah terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Kajian Ijeck,
Dalam menyelesaikan studi doktoral di Program Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, Dr. Musa Rajekshah S.Sos M.Hum (Ijeck) meneliti model kepemimpinan keluarga Tambunan di Deli Serdang, yang beliau identifikasi perpaduan gaya kepemimpinan populis, transformatif, dan professional. Beliau menamainya “MODEL IJECK” sebagai lima pilar yang membentuk inti kepemimpinan dinasti Tambunan.
Menyoroti dampak positif dari pendekatan kepemimpinan keluarga Tambunan yang harmonis.(RG/Rz)