Ermalianti, M.Pd (Akademisi)
Pemerintah Provinsi mewajibkan kelab malam mengikuti ketentuan yang tertuang dalam Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1446 Hijriah/2025. Baik diskotek, mandi uap, serta rumah pijat, tutup mulai sehari sebelum hingga sehari setelah bulan puasa.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Andhika Perkasa menyatakan, selain sejumlah tempat tersebut, ada tempat lain yang wajib tutup dalam periode yang sama. Seperti arena permainan ketangkasan manual, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa. (metrotvnews.com)
Adapun di Aceh, Juru Bicara Pemko Banda Aceh, Tomi Mukhtar mengatakan, ada pembaharuan dan revisi kebijakan pengaturan penyelenggaraan usaha pada bulan Ramadhan. Dikarenakan ada aspirasi dan masukan yang akhirnya disampaikan para pelaku usaha di sektor hiburan tak lagi dilarang untuk beraktivitas. Hanya saja, mereka diminta untuk menjalankan operasional dengan penuh tanggung jawab, menghormati, dan menjaga nilai-nilai syariat Islam, tradisi, serta kearifan lokal sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. (Kompas.com)
Kebijakannya mencakup rumah makan, kafe, mal, supermarket, hotel, dan tempat hiburan lainnya dilarang untuk menjual makanan dan minuman dari waktu imsak hingga pukul 16.30 WIB. Seluruh jenis usaha dan jasa harus tutup mulai dari shalat Isya hingga selesai shalat Tarawih, dengan pengecualian untuk buka kembali antara pukul 21.30 WIB hingga 24.00 WIB selama bulan Ramadhan. Kegiatan hiburan seperti karaoke, permainan bilyard, PlayStation, dan game online juga dilarang selama bulan puasa. (Kompas.com)
Beragam kebijakan daerah dalam mengeluarkan Surat edaran (SE) untuk membuat aturan penutupan sementara tempat hiburan malam disesuaikan dengan kondisi daerah masing masing, dalam rangka memasuki bulan Ramadhan. Pengaturan jam operasi tempat hiburan selama ramadan, menunjukkan kebijakan penguasa yang tidak benar-benar memberantas kemaksiatan.
Tentu hiburan malam tak terlepaskan dari kemaksiatan. Nampaklah Inilah potret pengaturan berdasarkan sistem kapitalisme yang sekuler memisahkan aturan agama dari kehidupan.
Berbeda dengan pengaturan sistem kehidupan Islam yang terpancar dari akidah Islam, bagian integral dari peradaban Islam yang bersifat penyejahtera dan sekaligus aspek fundamental. Pada saat Ramadan, Allah Swt. menyeru kaum mukmin untuk melaksanakan ibadah puasa. Demikian sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).
Pengaturan semua aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata akan berlandaskan akidah Islam, dan bukan dengan asas kemanfaatan. Semua bentuk yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang. Selanjutnya akan diterapkan sanksi tegas yang menjerakan.
Imam An-Nawawi menjelaskan kalimat ”Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai”, yakni seperti pelindung yang mencegah musuh dari menyakiti kaum muslim, juga mencegah sebagian orang dari (kejahatan) sebagian yang lain, memelihara kemuliaan Islam, orang-orang berlindung kepada dirinya (Khalifah), dan gentar terhadap kekuasaannya. (An-Nawawi, Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj, 6/315, Maktabah Syamilah).
Kemaksiatan hanya dapat diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah. Hal ini karena dalam Islam kemaksiatan adalah pelanggaran hukum syarak dan ada sanksinya. Termasuk dalam pengaturan kebijakan pemerintah pada bulan Ramadhan. Untuk itu, mari kita menjadikan Ramadan kali ini untuk memulai perubahan menuju pribadi yang benar-benar bertakwa, yang siap menjalankan dan menegakkan syariat Allah Swt. secara kafah. Wallahu’alam bi shawab.