Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penajam Paser Utara Raup Muin menekankan pentingnya pembangunan Bendung Gerak Sungai Telake. Hal ini karena pembangunan bendungan tersebut dapat mewujudkan kedaulatan pangan di Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Paser (PPU), serta menunjang kebutuhan pangan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hingga saat ini, lahan seluas 74,307 hektar telah dibebaskan pada tahun 2020, mencakup wilayah Kabupaten PPU dan Kabupaten Paser. Sementara pembangunan fisik bendung ini masih menunggu realisasi, dengan perkiraan anggaran sebesar Rp 759,8 miliar. DPRD Kabupaten PPU pun mendesak pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan Bendung Gerak Sungai Telake.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bendungan Gerak Telake diproyeksikan akan memiliki kapasitas besar untuk mendukung irigasi pertanian dan memenuhi kebutuhan air di wilayah PPU, Kabupaten Paser, dan sekitarnya. Memang beberapa tahun lalu, Bendungan Telake sempat masuk dalam PSN, namun karena beberapa alasan tertentu, proyek ini akhirnya dikeluarkan.
Awal tahun 2021, kementerian PUPR mengumumkan lelang pembangunan Bendung Gerak Sungai Telake dengan anggaran sebesar Rp759,8 miliar, namun dibatalkan karena anggaran lebih diprioritaskan untuk pembangunan Intake Sungai Sepaku di kawasan IKN, Kecamatan Sepaku, PPU. Hingga hari ini, belum tahu sampai kapan Bendung Gerak Sungai Telake akan dianggarkan kembali, kondisi ini memberikan dampak cukup mengkhawatirkan bagi para petani.
Mustahil Wujudkan Ketahanan Pangan
Tidak dapat dipungkiri pembiayaan yang sangat tinggi masih menjadi permasalahan dalam pembangunan bendungan ini. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang mengalami efisiensi anggaran dalam berbagai bidang. Termasuk bidang pertanian atau pangan tak luput dari efisiensi tersebut.
Adanya bendungan Telake merupakan langkah yang baik tetapi belum menyentuh akar persoalan. Jika ditelisik pengairan dalam peningkatan produksi pangan adalah hal teknis yang penting, selain faktor-faktor lain. Misalnya minimnya ketersediaan benih unggul, penyerapan pupuk subsidi ditingkat petani dan keterbatasan SDM petani. Sayangnya semua faktor tersebut diabaikan.
Misalnya terkait lahan, banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan pertambangan, pembangunan gedung perkantoran, perumahan, mall industri, dan pariwisata. Apalagi sejak pembangunan IKN menjadikan keseimbangan alam terganggu, lingkungan semakin terancam bahkan pertanian atau perkebunan terancam rusak akibat banjir maupun ulah para penambang.
Demikianlah tidak bisa berharap pada bendungan sebagai solusi ketahanan pangan. Di sisi lain mekanisme kepemilikan dan pengelolaan lahan justru membuat swasembada pangan hanya mimpi. Para kapital menguasai dan mengeruk lahan, sebaliknya sosok pemimpin sebagai pelayan masyarakat hanya sebagai regulator bukan eksekutor yang wujudkan ketahanan pangan.
Islam Wujudkan Ketahanan Pangan
Sistem kehidupan Islam dengan support sistem lainnya mampu wujudkan ketahanan pangan. Islam memiliki konsep jelas dalam pengelolaan pangan. Dalam hal visi, Islam memandang, pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara. Negara akan melakukan beragam upaya untuk merealisasikannya. Seperti peningkatan produktivitas lahan dan produksi pertanian. Yaitu melalui ekstensifikasi pertanian. Hal ini bisa dilakukan dengan menghidupkan tanah-tanah mati.
Rasulullah Saw bersabda, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud).
Bila terdapat tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun, maka hak kepemilikan atas tanah itu akan hilang. Negara mengambil alih lalu mendistribusikannya kepada individu rakyat yang mampu mengelolanya. Dengan begitu, tak ada istilah lahan kosong yang dibiarkan tanpa ada pemanfaatannya untuk kemaslahatan rakyat.
Islam juga mendorong kebijakan intensifikasi pertanian. Yakni optimalisasi lahan pertanian dengan meningkatkan hasil pertanian. Bisa melalui peningkatan kualitas benih, pemanfaatan teknologi, hingga membekali para petani dengan ilmu yang mumpuni. Semua aspek itu akan mendapat dukungan dan fasilitas dari negara.
Selain itu, terkait lahan maka Islam melarang penguasaan lahan dimonopoli oleh para kapital. Hutan, padang rumput, termasuk tambang dan energi serta SDA tidak boleh dikuasai oleh individu atau pengusaha. Kekayaan tersebut milik umum dan negara harus mengelolanya untuk kesejahteraan masyarakat.
Demikianlah Islam mengatur swasembada pangan dan kekayaan SDA. Selanjutnya terkait pembangunan bendungan maka jika hal itu urgent maka negara akan segera menyelesaikannya untuk kemaslahatan. Dananya tentu saja dari hasil tata kelola SDAE yang benar sesuai syariat selain dari pemasukan pos lainnya. Demikianlah Islam wujudkan ketahanan pangan perlu paradigma kepemimpinan dan sistem kehidupan aturan Islam.
Wallahu’alam…