Ilaga, Papua, AgaraNews. Com // Di lembah hijau pegunungan yang dikelilingi pinus menjulang, Kampung Wuloni Distrik Ilaga, Kab. Puncak, Papua Pegunungan menjadi saksi bisu hangatnya perayaan Paskah yang dirangkaikan dengan tradisi bakar batu—sebuah warisan budaya yang menyatukan hati prajurit dan masyarakat dalam kasih, kedamaian, dan sukacita. (20/04)
Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti, yang bertugas di wilayah Distrik Ilaga, menggagas kegiatan ini sebagai wujud nyata pendekatan teritorial dan pembinaan masyarakat, sekaligus membumikan nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan dalam nuansa kebersamaan. Tidak ada sekat antara seragam loreng dan noken, antara helm militer dan mahkota bulu. Semua larut dalam harmoni yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perayaan Paskah diawali dengan ibadah bersama, dilanjutkan dengan acara bakar batu yang melibatkan seluruh elemen masyarakat—tokoh adat, pemuda, perempuan, dan anak-anak. Prajurit dan warga bahu-membahu mengumpulkan kayu, membakar batu, menyiapkan makanan khas seperti ubi, sayur, dan daging yang dibungkus daun dan dimasak secara tradisional. Tradisi ini bukan sekadar makan bersama, tapi simbol kuat dari ikatan persaudaraan dan syukur atas hidup.Dalam sambutannya, Danpos Satgas Yonif 700, Lettu Inf I Made Mertiana, menyampaikan rasa haru dan hormatnya bisa menjadi bagian dari tradisi yang sarat makna ini.
“Kami bukan hanya datang untuk menjaga, tetapi juga untuk belajar dan menyatu. Tradisi bakar batu ini mengajarkan kami tentang arti persaudaraan sejati. Paskah adalah momentum yang tepat untuk menyalakan kembali api kasih dan damai di hati kita semua. Semoga hubungan ini terus hangat, seperti batu-batu yang kita panaskan bersama hari ini,” ungkapnya di hadapan warga.
Tak hanya bakar batu, kegiatan ini juga menjadi ruang komunikasi sosial yang penuh makna. Para prajurit tampak berdialog akrab dengan tokoh masyarakat, mendengar aspirasi, bahkan ikut tertawa bersama anak-anak yang bermain di sela kegiatan. Kehadiran TNI benar-benar menyatu dalam denyut kehidupan masyarakat Wuloni.
Salah satu tokoh masyarakat yang hadir mengaku terharu atas perhatian dan kedekatan yang dibangun oleh Satgas. “Kami merasa aman, kami merasa dihargai,” ucapnya singkat namun penuh makna.
Dari wajah-wajah yang tersenyum tulus, dari aroma masakan tradisional yang mengepul ke langit Papua, hingga tawa anak-anak yang membelah dinginnya udara pegunungan—semua menjadi bukti bahwa damai tidak harus datang dari pidato, tapi dari perjumpaan yang tulus, dari niat yang bersih, dan dari kasih yang dibagikan bersama.
Di Kampung Wuloni, Paskah tak hanya dirayakan—tapi dihidupi.(Lia Hambali)