Brekingnews/ Banda Aceh agaranews.com.online – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) menggelar rapat koordinasi strategis di Ruang Serbaguna Gedung DPRA, Jumat (24/10/2025). Pertemuan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat sistem pencegahan korupsi sekaligus menekan potensi penyimpangan dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Aceh.
Rapat yang dihadiri oleh pimpinan dan anggota DPRA bersama tim Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah I KPK RI itu membahas sejumlah persoalan krusial seputar perencanaan, penganggaran, serta pengawasan penggunaan anggaran publik.
Kasatgas Korsup Wilayah I KPK RI menegaskan bahwa banyak kasus korupsi di daerah berawal dari lemahnya perencanaan dan minimnya transparansi dalam penyusunan APBD. Karena itu, KPK mendorong sinergi yang lebih kuat antara legislatif dan eksekutif untuk memastikan kebijakan anggaran benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.
> “KPK hadir bukan untuk mencari kesalahan, tapi untuk memastikan tidak ada ruang gelap dalam pengelolaan uang negara. Semua proses harus terbuka, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan,” tegas perwakilan KPK RI dalam arahannya.
Sementara itu, Ketua DPRA H. Ali Basrah, S.Pd, MM menyatakan pihaknya menyambut baik pendampingan dari KPK. Ia menilai langkah ini sebagai bentuk komitmen bersama untuk memperkuat integritas dan akuntabilitas lembaga legislatif di Aceh.
> “Kita tidak ingin lagi mendengar ada kebocoran anggaran atau proyek yang tidak menyentuh masyarakat. Setiap rupiah dari APBD harus memberi manfaat nyata bagi rakyat Aceh,” ujar Ali Basrah dengan nada tegas.
Dalam rapat tersebut, hadir pula Wakil Ketua I Zulpadli, Wakil Ketua III Salihi, serta para ketua fraksi dan anggota dewan lainnya. Mereka sepakat bahwa pengawasan internal di tubuh DPRA perlu diperkuat agar proses legislasi dan penganggaran berjalan sesuai prinsip good governance.
Rapat koordinasi ini juga menandai keseriusan KPK dalam mengawal transparansi daerah. Langkah ini diharapkan menjadi sinyal tegas bahwa Aceh siap membangun sistem pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi — bukan sekadar slogan, tapi gerakan nyata menuju perubahan.



































