Brekingnews // KUTACANE// agaranews.com, online— Aroma ketidakwajaran kembali tercium dalam proyek pemerintah. Kali ini datang dari pembangunan Rumah Layak Huni (RLH) yang dikerjakan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Aceh, dengan nilai kontrak mencapai Rp95.998.350.
Proyek yang seharusnya menjadi simbol kepedulian pemerintah terhadap masyarakat kecil itu justru menuai sorotan tajam. LSM Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menilai pekerjaan di lapangan berantakan, tidak sesuai spesifikasi teknis, dan kuat dugaan dikerjakan asal-asalan hanya demi mengejar serapan anggaran.
Ketua LSM Tipikor, Jupri Yadi R, menyebut proyek tersebut dikerjakan oleh CV. Desika Mahakarya sebagai pelaksana dan diawasi oleh CV. Muhammad Zaim Perdana Konsultan. Berdasarkan kontrak, proyek dimulai 27 Agustus 2025 dan dijadwalkan rampung 23 November 2025. Namun, dari hasil pemantauan di lapangan, kualitas bangunan jauh dari kata layak.
> “Kami menemukan resplang dipasang miring, plesteran dinding amburadul, dan pondasi seperti dikerjakan tanpa perhitungan. Ini bukan rumah layak huni, tapi rumah layak runtuh,” sindir Jupri Yadi pedas kepada agaranews.com.online, Sabtu (25/10/2025).
Jupri menegaskan, buruknya mutu pekerjaan menandakan lemahnya pengawasan dari pihak Disperkim Aceh. Ia menduga ada permainan antara kontraktor dan pihak pengawas yang membuat mutu pekerjaan dikesampingkan demi keuntungan cepat.
> “Uang rakyat bukan untuk bangunan asal tempel. Kalau dibiarkan, pola seperti ini akan terus berulang dan masyarakat kecil yang jadi korban. Kami minta proyek ini segera diaudit dan pihak yang bermain harus diseret ke ranah hukum,” tegasnya.
LSM Tipikor juga mengingatkan Disperkim Aceh agar tidak menutup mata terhadap laporan masyarakat. Evaluasi terhadap pelaksana proyek, kata Jupri, harus dilakukan secepatnya agar proyek serupa tidak kembali menjadi ajang bancakan anggaran.
> “Kami akan mengawal terus proyek ini. Jika perlu, kami laporkan ke aparat penegak hukum agar semua pihak yang terlibat bisa dimintai pertanggungjawaban,” pungkasnya.
Program rumah layak huni sejatinya hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat miskin akan tempat tinggal yang aman dan sehat. Namun jika pelaksanaannya justru diwarnai dugaan manipulasi dan asal kerja, program rakyat berubah menjadi proyek bancakan, meninggalkan luka dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Ady Gegoyong



































