Aceh Singkil, agaranews.com – Jaksa Jhon Wesly Sinaga (53) dan staf TU Acsensio Hutabarat (25) yang bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Deli Serdang dibacok oleh orang tidak dikenal (OTK) saat berada di ladang di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sabtu 24 Mei 2025 lalu
“Dalam lanskap hukum pidana nasional, jaksa memiliki posisi unik sebagai penyaring terakhir sebelum suatu perkara diajukan ke pengadilan. Ia bukan sekadar pelaksana teknis penuntutan, melainkan juga penjaga marwah keadilan. Fungsi ini menjadikan jaksa sebagai simpul penting dalam menjamin agar hukum tidak disalahgunakan, dan bahwa hanya perkara yang memenuhi syarat formil dan materil yang dilanjutkan ke proses yudisial,” Kata Farid Ismullah, salah satu Jurnalis di NOA.co.id, melalui release perssnya kepada awak media ini Senin (26/05/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Farid menjelaskan, keberanian jaksa ini kerap kali tidak disertai dengan perlindungan memadai. Ancaman kepada jaksa bukan hanya menyasar individu, tetapi juga menyentuh keluarga mereka. Ini menciptakan ketegangan psikologis yang, jika tidak ditangani, bisa melemahkan integritas dan daya tahan institusi kejaksaan secara keseluruhan.
“Pola ancaman ini bukan hal baru dalam dunia hukum pidana. Mereka yang merasa terancam oleh proses penegakan hukum baik itu politisi, konglomerat, ataupun aktor kejahatan terorganisir akan menggunakan segala cara untuk melindungi kepentingannya, termasuk melemahkan moral penegak hukum,” Katanya
di Amerika Serikat, banyak jaksa distrik mendapat izin membawa senjata api sebagai bagian dari perlindungan diri. Polisi lokal dan sheriff juga diberi tanggung jawab khusus untuk menjamin keamanan para penegak hukum yang sedang menangani perkara berisiko tinggi.
Negara-negara Eropa Barat seperti Prancis dan Belanda memilih pendekatan berbeda. Mereka tidak mempersenjatai jaksa, tetapi menyiapkan sistem perlindungan institusional yang cepat dan responsif. Di sana, koordinasi antara kejaksaan, polisi, dan lembaga perlindungan saksi berjalan secara simultan dan proaktif.
“Istana Kepresidenan menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Jaksa merupakan hal yang wajar dan merupakan bagian dari kerja sama antarlembaga dalam mendukung tugas Kejaksaan dan Aturan yang diteken oleh Presiden Prabowo Subianto ini menuai perhatian publik, namun pemerintah menegaskan bahwa ini adalah langkah yang lumrah dan diperlukan,” Terangnya.
Poin Penting dalam Perpres Nomor 66 Tahun 2025
Perpres Nomor 66 Tahun 2025, yang diteken pada 21 Mei 2025, memiliki tiga poin pertimbangan utama:
Jaksa dalam melaksanakan tugas dan fungsi harus bebas dari ancaman, intimidasi, dan tekanan dari pihak manapun.Untuk mewujudkan rasa aman dan bebas dari ancaman, intimidasi, dan tekanan, Negara wajib memberikan perlindungan terhadap Jaksa dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam Pasal 1 Perpres ini, Perlindungan Negara didefinisikan sebagai jaminan rasa aman yang diberikan oleh negara kepada Jaksa dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda. Ancaman yang dimaksud adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung, yang menimbulkan rasa takut atau paksaan untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan dilakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan pelaksanaan wewenang, tugas, dan fungsi Jaksa.
Sesuai Pasal 2, Jaksa berhak mendapatkan perlindungan negara dari ancaman tersebut. Kemudian Pasal 3 menegaskan bahwa perlindungan negara dilakukan atas permintaan Kejaksaan.
Lebih lanjut, Pasal 4 secara eksplisit menyatakan bahwa perlindungan negara tersebut dilakukan oleh: a. Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan b. Tentara Nasional Indonesia.
Mekanisme Perlindungan oleh Polri dan TNI
Perlindungan Negara oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bab II) diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7. Perlindungan ini diberikan kepada Jaksa dan/atau anggota keluarga Jaksa (hubungan darah, perkawinan, atau tanggungan). Polri dapat berkoordinasi dengan instansi lain dalam memberikan perlindungan. Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan meliputi keamanan pribadi, tempat tinggal, tempat kediaman baru (rumah aman), harta benda, kerahasiaan identitas, dan/atau bentuk lain sesuai kondisi dan kebutuhan.
Sementara itu, Perlindungan Negara oleh Tentara Nasional Indonesia (Bab III) diatur dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10. Perlindungan ini diberikan kepada Jaksa dan berfokus pada:
Pelindungan terhadap institusi Kejaksaan.Dukungan dan bantuan personel Tentara Nasional Indonesia dalam pengawalan Jaksa saat menjalankan tugas dan fungsi.Bentuk perlindungan lain yang bersifat strategis, terutama yang berkaitan dengan kedaulatan dan pertahanan negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan oleh TNI ini akan ditetapkan bersama Jaksa Agung dan Panglima Tentara Nasional Indonesia.
Pendanaan dan Kerja Sama Intelijen
Aspek pendanaan diatur dalam Bab IV Pasal 11. Pendanaan untuk perlindungan oleh Polri dan TNI bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Bagian Anggaran Kejaksaan Republik Indonesia, dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, Pasal 12 menyebutkan bahwa Kejaksaan dapat melakukan kerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI) dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi. Kerja sama ini paling sedikit berbentuk pendidikan dan pelatihan, serta/atau pertukaran data dan informasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama ini akan ditetapkan bersama Jaksa Agung dan Kepala BIN/Panglima TNI sesuai kewenangannya.
Perpres ini diharapkan dapat memberikan jaminan rasa aman dan keleluasaan bagi para Jaksa dalam menjalankan tugas-tugas penegakan hukum, terutama dalam upaya memberantas korupsi dan menertibkan penguasaan sumber daya alam yang merugikan negara. (TIM/RED)