Banda Aceh, agaranews.com – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Aceh mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan mendalam atas dugaan penyimpangan dalam proyek penanganan longsor di jalur Pameu-Genting Gerbang. Tekanan ini muncul menyusul klarifikasi kontraktor melalui media online yang dinilai belum menjawab berbagai temuan teknis dan indikasi pelanggaran prosedur di lapangan.
Ketua DPW Alamp Aksi Aceh, Mahmud Padang, menyampaikan bahwa mereka telah menerima informasi dan dokumentasi yang mengindikasikan pekerjaan pondasi tiang bore file di lereng proyek tidak berjalan sesuai spesifikasi teknis dalam dokumen perencanaan. Berdasarkan laporan masyarakat dan tenaga teknis, bore file yang seharusnya memiliki kedalaman enam meter diduga hanya mencapai lima meter. Selain itu, tulangan besi diduga dipotong di permukaan lubang sebelum langsung dicor sehingga terlihat seolah rampung terpasang.
“Jika bore file tidak dipasang sesuai kedalaman dan tulangan tidak tertanam penuh hingga dasar fondasi, kekuatan struktur penahan tebing tentu tidak terjamin. Ini bukan hanya kekurangan mutu, tetapi menyangkut keselamatan publik yang menggunakan jalan tersebut setiap hari,” ujarnya di Banda Aceh, Minggu malam (26/10/2025).
Mahmud juga menyoroti penggunaan casing bore yang diduga tidak sesuai desain, membuat besi tulangan bore file tidak dapat masuk penuh ke lubang. Praktik pemotongan tulangan kemudian pengecoran langsung di permukaan diduga dilakukan untuk menyembunyikan kondisi tersebut dari pengawasan visual.
Selain itu, Alamp Aksi mengungkap dugaan penggunaan material pasir dan batu dari sumber galian C yang tidak berizin. Menurut Mahmud, pemakaian bahan ilegal ini melanggar peraturan dan berpotensi mengurangi kualitas konstruksi karena tidak melalui uji mutu yang diwajibkan dalam proyek konstruksi negara.
Lebih lanjut, mereka juga menerima informasi tentang dugaan penggunaan bahan bakar minyak untuk alat berat yang tidak melalui jalur distribusi resmi, yang bisa berimplikasi pada tindak pidana sektor migas dan harus diusut aparat penegak hukum.
Proyek Penanganan Longsoran Pameu–Genting Gerbang Tahap II dengan pagu anggaran Rp7,401 miliar ini berada di bawah pengelolaan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah Aceh dan dikerjakan oleh CV. KHANA Prakarsa berdasarkan kontrak sejak 31 Juli 2025 dengan masa kerja 150 hari kalender.
Mahmud menilai klarifikasi kontraktor belum dapat menjawab dugaan dan temuan secara faktual. Oleh karena itu, Alamp Aksi meminta Kejaksaan Tinggi Aceh, Polda Aceh, Inspektorat, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera melakukan audit fisik, sebelum pekerjaan dianggap selesai dan diserahterimakan.
“Ini bukan sekadar masalah administrasi pengadaan. Karena jalan ini digunakan oleh masyarakat umum, jika struktur penahan tidak kuat, risiko longsor bisa terjadi kapan saja. Penyelidikan harus dilakukan secara menyeluruh dan transparan,” tegas Mahmud.
Alamp Aksi juga menegaskan pentingnya pengawasan publik yang ketat terhadap proyek infrastruktur, terutama yang berhubungan langsung dengan keselamatan masyarakat. Mereka berharap aparat penegak hukum tak hanya menerima klarifikasi tertulis dari pelaksana, namun harus disertai uji teknis dan pemeriksaan lapangan demi menjaga keselamatan warga secara nyata.
“Kami meminta aparat tidak berhenti hanya pada narasi formal. Keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam pengawasan proyek ini,” pungkas Mahmud. (TimRed,@lga)



































