Singkawang, Kalimantan Barat — Senin, 21 Juli 2025, AgaraNews. Com // Aktivitas tambang galian C ilegal terungkap di perbatasan Singkawang mengklaim atas perintah Bupati dengan dokumen yang diduga palsu. Tim investigasi gabungan temukan sejumlah pelanggaran hukum berat.
Temuan praktik tambang galian C tanpa izin di wilayah perbatasan antara Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang kembali mengguncang ruang publik. Seorang pria bernama Bambang, yang mengaku sebagai pemilik lahan, tidak hanya mengoperasikan tambang tanpa izin resmi, namun juga menyatakan bahwa aktivitas tersebut dijalankan atas “perintah” langsung dari Bupati Bengkayang.Pernyataan kontroversial itu memantik gelombang reaksi keras dari masyarakat dan aktivis lingkungan, serta menyoroti lemahnya penegakan hukum atas pertambangan ilegal di Kalimantan Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan hasil investigasi gabungan dari sejumlah media nasional dan lokal pada 16 Juli 2025, lokasi tambang ilegal berada di kawasan Sankuku/Jembatan 88, tepat di perbatasan Kelurahan Sagatani, Kecamatan Singkawang Selatan (Kota Singkawang) dan Desa Sibaju, Kecamatan Monterado (Kabupaten Bengkayang).
Dalam wawancara terbuka kepada wartawan, Bambang mengaku sebagai pemilik lahan seluas 7,8 hektare dan menyatakan kegiatan tambang berjalan tanpa izin dari Dinas ESDM. Ia juga menyebut perintah penambangan berasal dari pejabat daerah tingkat kabupaten, tanpa menunjukkan bukti resmi. Dokumen yang ditunjukkan berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) ditemukan memiliki ketidaksesuaian data antara nama pemilik, lokasi, dan tahun penerbitan.
Seorang warga Kelurahan Sagatani yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Wilayah tambang itu jelas masuk administratif Singkawang, bukan Bengkayang. Dokumen yang mereka tunjukkan tidak nyambung dengan lokasi di lapangan.”
Tim investigasi gabungan yang terdiri dari media, pemerintah daerah, TNI, dan Polri telah mengidentifikasi sejumlah indikasi pelanggaran hukum serius dalam kasus ini, antara lain:
Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba Ancaman: penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Perusakan Lingkungan Hidup Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Ancaman: penjara hingga 10 tahun dan denda Rp10 miliar.
Pemalsuan Dokumen Pertanahan Pasal 263 KUHP Ancaman: penjara 6 tahun.
SKT yang digunakan diduga kuat palsu dan terindikasi bagian dari jaringan mafia tanah.
Pencemaran Nama Baik dan Pencatutan Nama Pejabat
Pasal 310 KUHP dan UU No. 1 Tahun 1946
Jika pernyataan terkait Bupati terbukti tidak benar, pelaku dapat dijerat atas pencemaran nama baik pejabat publik.
Penggelapan Pajak dan Potensi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
UU No. 28 Tahun 2007 dan UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU
Aktivitas ilegal tidak tercatat dalam sistem perpajakan dan berpotensi menyembunyikan aliran dana haram.
Pelanggaran UU Perlindungan Konsumen dan Infrastruktur Publik
UU No. 8 Tahun 1999
Penambangan di sekitar jembatan dan jalan umum berisiko tinggi menimbulkan kerusakan yang merugikan masyarakat luas.Dalam beberapa pemberitaan media online lokal, muncul klaim bahwa wilayah tambang tersebut akan diajukan menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh masyarakat adat. Namun, warga Sagatani menilai klaim tersebut sebagai pengalihan isu.
“Jangan bawa-bawa nama masyarakat adat untuk membenarkan aktivitas ilegal. Kalau memang mau buat WPR, jalani prosedur resmi, jangan lewat jalan belakang,” ujar warga.
Redaksi masih berupaya memperoleh klarifikasi resmi dari Bupati Bengkayang dan Dinas ESDM Provinsi Kalbar atas pernyataan yang menyebut keterlibatan pejabat dalam perintah tambang ilegal ini. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi yang diberikan oleh pemerintah kabupaten maupun aparat penegak hukum.
Redaksi juga menyerukan agar Polda Kalimantan Barat, Kejaksaan Tinggi, dan KPK, jika ditemukan unsur pidana sistemik, segera mengambil alih penyidikan kasus ini secara objektif dan transparan, tanpa pandang bulu.
Sesuai Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kami memberikan ruang hak jawab, hak koreksi, dan hak klarifikasi kepada semua pihak yang disebutkan dalam laporan ini. Informasi tambahan dan pembaruan akan disampaikan pada edisi berikutnya.( Lia Hambali/Tim )